Rabu, 14 Oktober 2015

Trip to Bali 2015 - Mengejar Matahari

Perjalanan ke Bali kali ini lebih berasa buat aku, karena perginya ga ama rombongan, kemana-mana ngurus sendiri, dan yang pasti lebih puas, lebih have fun dan lebih menyenangkan karena perginya ama temen-temen yang menyenangan. Bukannya aku ga suka dua kali trip ke Bali sebelumnya, hanya saja karena dua trip yang lalu (tahun 2011 dan 2014) adalah karena tugas negara, jadinya kurang begitu menikmati. Meskipun beberapa tempat yang aku kunjungi sekarang pernah aku kunjungi sebelumnya. Dan tema kali ini adalah “Mengejar Matahari”, disini kami menikmati 3 sunset dan 1 sunrise di 4 tempat yang berbeda.

Berawal dari temennya temenku yang suka nawarin promo Air Asia, jadilah aku dan temanku Anne dan Mita mendapatkan tiket promo PP Jakarta-Denpasar untuk tanggal 10 Oktober jam 19.35 WIB dan 13 Oktober jam 22.55 WITA seharga Rp. 725.000 saja. Belinya sih sebulan sebelumnya, kemudian kami pun mulai menyusun itinerary dan aku pun bertindak sebagai EO (kan katanya dalam bertiga juga harus ada yang jadi ketua kan, hehe..)

Kami memulai perencanaan kami dengan searching plus booking2 di McD Fatmawati buat minjem wifi-nya. (Sekalian mention, sekarang pun buat nulis blog ini, eike lagi minjem wifi-nya Starbucks, sambil menikmati Frappucino yang lagi buy 1 get 1, haha...) Kembali ke cerita awal, hal pertama yang kami lakukan adalah booking hotel. Setelah searching2 di agoda dan booking.com, akhirnya pilihan kami jatuh ke The Agung Residence, bisa cek webnya di www.theagungresidence.com. Hotel bintang dua ini menurutku sih memuaskan sekali. Kami memesan satu kamar dengan tambahan extra bed, sehingga biaya penginapan kami menjadi Rp. 346.000 per malam dari agoda.com, kalau tanpa extra bed bisa hanya sekitar 200 ribuan saja. Kamar yang kami tempati sangat nyaman dan cozy, selain itu juga punya akses yang strategis, karena berlokasi di sekitar Dewi Sri Seminyak. Walau ga include breakfast, tapi pelayanannya sangat ramah, kamar dibersihkan, sudah tersedia handuk dan karena ada jendela, jadi kamar terkena sinar matahari. 

Foto di depan hotel nyaman kami, The Agung Residence, Seminyak
 Oke, kembali ke perjalanan kami. Setelah booking hotel, karena sulitnya transportasi di Bali, walaupun ada taxi Blue Bird dan Gojek, akhirnya kami memutuskan untuk rental mobil yang sudah sekalian dengan driver-nya. Alhamdulillah berdasarkan info dari temanku yang sebelumnya pernah ke bali, kami kembali mendapat fasilitas yang bagus. Dari Bli Ketut Wira dengan memperkenalkan lewat websitenya www.baliwahanatour.com, kami di-service secara over-bagus dengan Bli Made dengan mobil Avanza yang kami sewa selama 3 hari alias 3 x 12 jam dari jam 9 pagi sampai 9 malam seharga Rp. 400.000 saja termasuk bensin, dan kami tidak perlu menambahkan uang tip atau makan supir. Kami hanya perlu membayar biaya parkir atau biaya tiket masuk tempat wisata. Berbeda dengan bayangan kami bahwa driver akan men-drive kami untuk menuju tempat-tempat tertentu yang bisa saja dicurigai dia akan mendapat tip khusus karena membawa rombongan, Bli Made disini sama sekali tidak memaksakan kami ke tempat tertentu. Mengetahui kami jilbaban semua, Bli Made malah merekomendasikan kami ke wisata kuliner halal dan murah, mesjid-mesjid bagus dan bersedia serta siap sedia ketika kami butuhkan. Plus, selain wisata pantai, Bli Made punya rekomendasi museum atau monumen diluar itinerary kami, yang bisa dibilang wisata gratis. Bli seperti menyesuaikan kebutuhan pelanggannya, yang memang ala-ala setengah backpacker gini, haha.. Pokoknya, pelayanannya super ramah dan super memuaskan. 

Kami berangkat hari Sabtu malam dari Jakarta, dan tiba tengah malam di Denpasar. Menuju hotel kami di Seminyak yang hanya sekitar 8 km dari bandara I Gusti Ngurah Rai, namun dengan taxi bandara yang tanpa argometer, kami harus membayar Rp. 150.000 untuk taxi. Setibanya di hotel, kami pun langsung beristirahat mengumpulkan tenaga untuk tiga hari ke depan.

Day 1

Pagi jam 9, kami sudah dijemput Bli Made di depan hotel. Sebelum menuju tempat wisata, kami sarapan dulu di McD terdekat. Pagi ini target kami adalah ke selatan pulau Bali. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Garuda Wisnu Kencana (GWK) di daerah Uluwatu. Perjalanan dari Seminyak adalah sekitar 30 menit. Sesampainya di GWK, kami masuk dengan tarif Rp. 60.000 dan biaya parkir gratis. Saya tidak perlu menjelaskan keindahan di dalam GWK, karena untuk anda yang ingin ke Bali, tempat ini adalah tempat wisata yang kudu harus mesti dikunjungi. Mungkin bisa dibilang ini salah satu Landmark-nya Bali.

Garuda Wisnu Kencana bercerita tentang dua istri Rsi Kasyapa, Kadru dan Winata  yang bertaruh untuk menebak warna kuda terbang Ucaihswara yang akan datang ke bumi. Kadru memiliki anak para naga, sementara Winata memiliki anak burung garuda. Siapa yang salah tebak, akan menjadi budak bagi yang menang. Kadru menebak warna kuda adalah hitam, sementara Winata menebak warna kuda adalah putih. Kemudian setelah bertaruh, Kadru pun mendapatkan informasi dari anak-anaknya bahwa warna kuda terbang Ucaihswara adalah putih. Karena takut kalah, sebelum Winata melihat kuda tersebut, Kadru dan anak-anaknya menyihir kuda tersebut menjadi berwarna hitam. Akibatnya Winata kalah dalam pertaruhan, ia dan anaknya menjadi budak bagi Kadru dan anak-anak naganya. Mengetahui kelicikan ibu tirinya, Garuda pun ingin memebaskan ibunya dari perbudakan. Kadru pun kemudian berjanji akan melepaskan perbudakan jika Garuda mendapatkan  Tirta Amertha, atau air suci yang jika diminum akan menjadikan yang meminumnya hidup abadi.
Tirta Amertha dimiliki oleh Dewa Wisnu, dan Dewa Wisnu akan memberikannya kepada Garuda asalkan Garuda mau menjadi tunggangan Dewa Wisnu. Menerima persyaratan tersebut, Garuda pun berhasil membebaskan ibunya dari perbudakan ibu tiri dan saudara tirinya. Dikisahkan selanjutnya, tetesan Tirta Amertha jatuh ke ilalang, sehingga para naga meminumnya dari ilalang yang setajam pisau, sehingga saat menjilatnya, lidah para naga malah terbelah. Begitulah kenapa naga memiliki lidah yang terbelah dua. Dan kejadian ini menyebabkan Garuda Wisnu Kencana, yaitu Garuda yang menjadi tunggangan Dewa Wisnu. Pada saat ini, patung Dewa Wisnu dan Garuda masih terpisah-pisah, tujuan akhirnya adalah menjadikan kedua patung tersebut bersatu setinggi 120 meter untuk menjadi monumen sakral di Bali.

 
Patung Dewa Wisnu

Patung Garuda

Di GWK sendiri, kami pun sempat menikmati pertunjukan tari Bali selama 40 menit, gratis, di amphiteatre. Mulai dari Tari Sekar Jepun, Tari Topeng Monyet, Tari Baris dan Tari Barong-Rangda. 

Tari Sekar Jepun, salah satu tari Bali yang dipertunjukkan di GWK

Setelah dari GWK, kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Pandawa yang sangat ramai dengan turis domestik. Bermodalkan biaya masuk Rp. 4.000 per orang, disambut dengan patung Pandawa Lima mulai dari Dewi Kunti, Bima, Arjuna, Nakula, Sahadewa, kemudian pemandangan paralayang dari atas langit Pandawa, pantai Pandawa ini sangat ramai dan bersih. Penuh dengan turis domestik yang berenang di pantai, dan kami pun ber-canoe ria selama 1 jam meminjam double canoe seharga Rp. 50.000 per jam untuk sampai ke dataran ganggang yang tidak begitu jauh dari pinggir pantai.

Double canoe selama satu jam menuju dataran ganggang

Dataran ganggang sekitar 100 m dari pinggir pantai, yang memperlambat gelombang laut sampai ke pantai

Puas mendayung dan menikmati indahnya laut dan langit biru Pantai Pandawa, kami pun kemudian bersih-bersih dan menikmati es kelapa yang butirannya lumayan besar dan berisi daging yang padat di sekitar pantai. Harganya Rp. 20.000 saja.

Kelapa muda besar di Pantai Pandawa
 Kemudian kami makan siang di Nasi Campur Ibu Oki yang harganya dibawah Rp. 30.000, yang berlokasi di Uluwatu. Ini nasi campur Bali terenak yang pernah aku makan. 

Nasi Campur Ibu Oki yang enak dan pedas
Setelah makan siang, kami melanjutkan perjalanan ke Pura Luhur Uluwatu. Biaya masuk Pura Uluwatu sendiri adalah Rp. 15.000 per orang. Disini agak singkat, kami cukup berfoto-foto dengan pemandangan indah dan monyet-monyet nakal di Uluwatu, karena kami mengejar penampilan tari kecak jam 18.00 yang katanya penampilan kecak terbagus di Bali. Sebelumnya kami memesan tiket online seharga Rp. 85.000 per orang di www.uluwatukecakdance.com. Selain lebih murah (kalau beli on the spot Rp. 100.000), kita tidak takut kehabisan dan antri tiket on the spot. Dengan pemandangan sunset, selama satu jam kami sangat menikmati penampilan kecak dengan cerita Rama-Sinta ini.

Rama yang harus pergi menitipkan Sinta pada adiknya Laksamana. Namun Laksamana kemudian meninggalkan Sinta, namun ia menciptakan lingkaran di sekitar Sinta. Kemudian Rahwana yang jahat tertarik pada Sinta, tetapi karena Sinta dipagari oleh lingkaran yang diciptakan Laksamana, ia tidak dapat membawa Sinta pergi. Kemudian Rahwana menyamar menjadi orang tua yang meminta air minum pada Sinta. Sinta, yang sudah dipesan oleh suaminya Rama agar tidak keluar, merasa kasihan pada orang tua tersebut. Alhasil, ia pun berhasil dibawa pergi oleh Rahwana. Kemudian di kerajaan Rahwana, Sinta ditolong oleh Garuda, namun Rahwana malah melukai sayap Garuda. Setelah sampai berita pada Rama, kemudian Rama meminta bantuan Hanoman untuk menyelamatkan Sinta. Hanoman si kera putih, harus berhadapan dengan kera merah dan saudara-saudara Rahwana. Akibatnya, Hanoman pun diikat dan dibakar oleh pasukan Rahwana. Namun karena kesaktiannya, Hanoman berhasil lolos. Kemudian ia kembali pada Rama untuk kemudian untuk bersama-sama menaklukkan Rahwana dan membebaskan Sinta. Selanjutnya, Rama dan Hanoman pun membasmi Rahwana dengan memenggal kepala Rahwana dan menenggelamkannya ke dalam gunung, dan kemudian Rama pun bersatu dengan Sinta.

Sunset sambil menikmati pertunjukan Tari Kecak di Pura Luhur Uluwatu
Puas setelah pertunjukan, kami pun pulang ke hotel sedikit bermacet-macetan menuju Seminyak, dan di daerah Dewi Sri pun kami menimati makan malam di Nasi Pedas Bu Andika yang cukup terkenal, dan harganya pun dibawah Rp. 25.000.

Day 2

Kembali dengan perjalanan pukul 9 pagi, hanya saja sebelumnya kami sarapan dulu dengan roti dan pop mie yang sebelumnya kami beli di Alfamart, kami pun memulai perjalanan dengan belanja. Pagi ini kami ke Pia Legong yang antrinya panjang, dan cuma boleh beli maksimal 2 box, pia coklat enak yang harganya Rp. 90.000 per 8 pcs ini terkenalnya udah sejagat raya. Bahkan sekarang sudah ada rasa kacang hijau dan keju. Setelah itu, kami ke Krisna untuk belanja oleh-oleh khas Bali. Setelah belanja, persis di dekat Krisna, kami ke tempat makan terkenal yaitu Ayam Betutu Gilimanuk yang harganya tidak sampai Rp. 40.000 per porsi ini. Lagi-lagi, ini ayam betutu paling enak yang pernah aku makan. 

 
Ayam Betutu Gilimanuk di Kuta

Selesai makan siang, kami lanjut lagi belanja di Joger, masih sekitaran wilayah Kuta. Puas belanja, kami pun shalat di Mesjid Ibnu Batutah, di Pusat Peribadatan Puja Mandala di Nusa Dua, yang terkenal sebagai tempat peribatan lima agama, mulai dari mesjid, gereja Khatolik dan Protestan, pura dan wihara yang bersebelahan. Menuju Nusa Dua, kami pun melewati Tol Bali-Mandara (Aman, Damai, Sejahtera) dengan biaya tol Rp. 10.000. Tolnya melewati Teluk Benoa, dengan jalur khusus motor di pinggir-pinggirnya.

Tol Bali-Mandara
Pusat Peribadatan Puja Mandala
Setelah beribadah plus foto-foto di tempat ibadah lainnya, kami kembali ke arah selatan Bali, yaitu Pantai Padang-Padang yang belum begitu terkenal. Namun karena akses masuknya lumayan melelahkan karena harus turun tangga yang lumayan panjang, kemudian pantai dengan area kecil penuh bule-bule berjemur, dalam 5 menit kami pun langsung memutuskan untuk pindah ke lokasi berikutnya.

Pantai Padang-Padang penuh bule
Barulah kami ke tempat wisata yang juga kudu harus mesti dikunjungi di Bali, yaitu Pantai Dreamland. Sebelum ke kawasan pantai, kami bisa shalat dulu di Mesjid Agung Palapa yang juga sudah masuk kawasan Dreamland. Mesjidnya besar dan sepoi-sepoi. Dengan biaya masuk pantai Rp. 5.000 per orang, kami pun menikmati sunset di pantai yang rame dengan bule-bule surfing disini. Ombaknya cukup besar, pantainya dikelilingi tebing-tebing dan ganggang-ganggang jelas terlihat. Kawasan pantai lumayan panjang, dan sunsetnya? Tidak perlu ditanya. 

Pantai Dreamland, alias New Kuta Beach
Setelah sunset, kami pun pulang dan sebelumnya mampir dulu makan malam di d’sambal dekat kampus Universitas Udayana. Menunya adalah ikan jangki (kakap) bakar pedas dengan sayur kangkung dan jamur, serta aneka sambel. Satu porsi pun dibawah Rp. 40.000, dan rasanya maknyos. Mungkin karena rasanya ga terlalu Bali alias sudah sesuai dengan lidah Sumatera-Jawa, ini adalah menu paling nikmat selama perjalanan kami.

Day 3

Pagi ini dengan semangat kudu harus mesti lagi, kami memesan taxi Blue Bird berangkat jam 5 pagi dari hotel menuju Pantai Sanur, selama 30 menit dengan jarak 16 km ke arah timur dari Seminyak. Tarif Blue Bird Rp. 108.000, kami sampai di Pantai Sanur. Kami pun menikmati mulai dari semburat ungu fajar hingga tergelincirnya matahari di Pantai Sanur. Sampai kami basah keringat oleh sumber vitamin D ini, jam 8 kami pun menikmati Sup Ikan Cakal (Kuwe) dan Ikan Cakal Goreng plus nasi seharga Rp. 45.000 all-in di Warung Mak Beng yang berlokasi di dekat pantai ini. Kami pun dijemput Bli Made jam 9 persis di depan Mak Beng. Kemudian kami diantar ke hotel, Bli Made menunggu kami bersih-bersih dan check-out, jam 10.30 barulah kami menuju tempat wisata berikutnya.

Suasana Sunrise di Pantai Sanur

Sup Kepala Ikan Cakal dan Ikan Cakal Goreng di Warung Mak Beng Pantai Sanur
Kami mampir di Monumen Bom Bali, Legian. Hari ini adalah tanggal 13 Oktober 2015, tepat 13 tahun plus 1 hari setelah kejadian Bom Bali 12 Oktober 2002. Kami mendapati banyak karangan bunga dari keluarga korban bom yang ditinggalkan. Kami terenyuh dengan kata-kata yang tertinggal di karangan bunga tersebut, misalnya “Gone but not forgotten, Mom and Dad love you”. Langsung kebayang, andaikan aku meninggal di negeri orang jauh dari keluarga, betapa sedihnya keluarga yang aku tinggalkan. Mending kalau khusnul khatimah, semoga saja tidak mati dalam keadaan yang salah. Suatu hikmah spiritual yang bisa aku resapi selama di monumen tersebut. Btw, disini parkirnya mahal, Rp. 20.000 per mobil. Ew....

Monumen Bom Bali, Legian

Setelah itu kami mampir ke Pantai Kuta, yang juga kudu harus mesti, ga ke Bali kalo ga ke Pantai Kuta. Disini isinya bule semua. Mulai dari surfing, berenang, yang masih belajar2, atau yang sekedar berjemur dan piknik2 cantik. Banyak hotel di sekitar pantai. Tapi diluar itu semua, pemandangan langit dan laut birunya luar biasa, walaupun matahari teriknya luar biasa juga.

Pantai Kuta
Di depan tulisan Pantai Kuta :)
Puas menyusuri Pantai Kuta, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Denpasar. Kami mampir ke Monumen Braja Sandhi, yang juga landmark-nya Denpasar. Disini kami mengenal sejarah perang puputan (habis-habisan) warga Bali, mulai dari zaman kerajaan Klungkung, hingga perjuangan dibawah pimpinan I Gusti Ngurah Rai pada perang kemerdekaan. Semuanya adalah melawan Belanda. Disini pun saya mengerti, betapa berjasanya pahlawan bernama I Gusti Ngurah Rai pada rakyat Bali, sehingga namanya diabadikan menjadi nama bandara dan nama jalan terpanjang di Bali. Monumen ini dibangun simetris untuk keempat sisi, dengan lapangan yang lebar dan luas, serta ibarat mercusuar, kita bisa naik sampai puncak dengan tangga melingkar. 

Monumen Braja Sandhi
Setelah dari monumen, kami pun menikmati santap siang menuju sore di Ayam Bakar Taliwang Khas Lombok di Denpasar. Disini kami makan agak mahal, per porsi Rp. 55.000. Kami menikmati satu ekor ayam kampung bakar per orang, ditambah tahu penyet dan plecing kangkung. Berbeda dengan bayanganku tentang sambel Lombok yang pedas, ayam bakar Taliwang ini malah disajikan dengan sambel yang lumayan manis, pas untuk menemani ayam bakarnya yang sedap.

Ayam Bakar Taliwang Khas Lombok di Denpasar
Setelah makan, kami pun menuju destinasi terakhir kami di Bali, yaitu Tanah Lot. Inilah pertama kali aku menginjakkan kaki ke Tanah Lot, dengan biaya masuk Rp. 10.000 per orang. Sebelum menuju pura dan pantai, kita disambut oleh pedagang pakaian khas Bali yang harganya termasuk murah. Masuk ke wilayah pantai, ada beberapa pura yang bisa kita kunjungi, salah satunya adalah Gua yang di dalamnya terdapat Ular Suci. Namun karena sudah dekat maghrib, kami hanya berfoto-foto di sekitar salah satu pura yang gambarnya mewakili Tanah Lot, lalu menikmati sunset terakhir di Bali.

Pura yang menjadi ikon Tanah Lot

Sunset indah di Tanah Lot

Setelah matahari terbenam, tetapi masih tersisa cahayanya, sebelum berganti malam
Wisata kali ini, aku benar-benar menikmati terbit dan tenggelamnya matahari, yang waktunya begitu singkat, hanya beberapa detik saja. Waktu-waktu yang selalu aku lewatkan dalam keadaan sadar di ibukota. Tiga hari memandangnya, luar biasa mengingatkan pada kekuasaan Allah swt dan keindahan alam yang Ia ciptakan. Sejenak melupakan hiruk pikuk Jakarta, melupakan masalah hidup dan kegalauan yang menumpuk. Hikmahnya lagi, setiap pemandangan sunset selalu berbeda, di tempat yang berbeda, dengan rasa yang berbeda. Jika aku bandingkan dengan pengalaman sebelumnya, bahkan di tempat yang sama dengan orang yang berbeda pun rasanya beda. Begitulah hidup, setiap harinya punya cerita, punya kenangan yang berbeda. Nikmatilah, dan jadilah yang terbaik untuk setiap harinya. Mengenai misteri di masa depan yang aku masih penasaran? Sudahlah, tidak usah buru-buru, semua akan indah pada waktunya.



Sabtu, 03 Oktober 2015

Trip To Pulau Karang Bongkok

Tema perjalanan kali ini adalah berjumpa teman-teman baru. Bersama dua orang temanku, aku pun mulai berkenalan dengan 30-an orang lainnya, yang beberapa diantara mereka adalah anggota tetap Backpacker Jakarta (BPJ), sisanya adalah teman-temannya orang BPJ, atau yang entah dapat info dari mana.
Kami memulai perjalanan dari jam 6 pagi di Kali Adem, Muara Angke. Dari situ setelah menunggu antrian selama 1 jam lebih, kami pun berlayar selama hampir sekitar 3 jam menuju Pulau Pramuka. Di Pulau Pramuka kami makan siang dan ganti kostum buat persiapan snorkling. Jam 1 kami melanjutkan perjalanan ke Pulau Karang Bongkok selama 2 jam.

Setibanya di Pulau Karang Bongkok yang tak berpenghuni ini, kami pun menyiapkan tenda dan hammock agar langsung bisa istirahat setelah snorkling. Sekitar 15 menit setelah mendirikan tenda, dan 15 menit berlayar lagi menuju tempat snorkling, barulah kami snorkling namun tidak lama karena waktu sudah semakin sore. Sebelum maghrib pun kami harus segera kembali ke pulau, melakukan acara bersih2 alias mandi ala kadar, kemudian baru melanjutkan dengan acara malam. Masak-masak, makan-makan, dan berkenalan. Malamnya, yang tidur duluan langsung masuk tenda, sementara yang masih mau lanjut berkenalan, masih ngobrol-ngobrol sampai tengah malam.

Paginya, rutinitas hampir biasa saja, makan pagi, lalu acara bebas untuk saling mengenal yang lainnya. Jam 9 kami kembali ke Pulau Pramuka, makan siang disana, dan jam 12 lanjut dari Pulau Pramuka ke Muara Angke. Sesampainya di Muara Angke jam 3 sore, kami lalu melanjutkan makan-makan di Pluit Village, masih dalam rangka mengakrabkan diri dengan teman-teman baru yang baru bertemu 2 hari 1 malam ini.

Menyenangkan, karena aku jadi punya lingkup pergaulan yang baru, dan pengalaman spiritual unik yang tidak bisa aku share, dan banyak cerita-cerita yang indah di dalamnya. Hahaha...

Sekilas pemandangan Pulau Karang Bongkok, dan foto sebelum snorkling

Highlight of this trip : Kenalan baru. Ga banyak yang keinget, tapi aku masih apal sama Nadya, Widya, Ina, Fitri yang masih satu lingkaran sama aku dan teman2ku, trus geng BPJ yang nanti aku liatin lagi, trus ada juga Mas Gunawan dan Mas Doddy, Abah, Rahma, Woro, Tota-Lena, dan yang lainnya.
Ini anak2 BPJ yang kami tempel biar eksis, haha... Dan mereka yang bikin acara ini seru. Wongso, Gie, Ejie, Ulil, Bang Gery, Ito (satu lagi Pay ga ikutan ke KFC), dan juga aku dan teman2ku, Echa n Indri.