Perjalanan ke Bali kali ini lebih berasa buat aku, karena
perginya ga ama rombongan, kemana-mana ngurus sendiri, dan yang pasti lebih
puas, lebih have fun dan lebih menyenangkan karena perginya ama temen-temen
yang menyenangan. Bukannya aku ga suka dua kali trip ke Bali sebelumnya, hanya
saja karena dua trip yang lalu (tahun 2011 dan 2014) adalah karena tugas
negara, jadinya kurang begitu menikmati. Meskipun beberapa tempat yang aku
kunjungi sekarang pernah aku kunjungi sebelumnya. Dan tema kali ini adalah “Mengejar
Matahari”, disini kami menikmati 3 sunset dan 1 sunrise di 4 tempat yang
berbeda.
Berawal dari temennya temenku yang suka nawarin promo Air
Asia, jadilah aku dan temanku Anne dan Mita mendapatkan tiket promo PP
Jakarta-Denpasar untuk tanggal 10 Oktober jam 19.35 WIB dan 13 Oktober jam
22.55 WITA seharga Rp. 725.000 saja. Belinya sih sebulan sebelumnya, kemudian
kami pun mulai menyusun itinerary dan aku pun bertindak sebagai EO (kan katanya
dalam bertiga juga harus ada yang jadi ketua kan, hehe..)
Kami memulai perencanaan kami dengan searching plus booking2
di McD Fatmawati buat minjem wifi-nya. (Sekalian mention, sekarang pun buat
nulis blog ini, eike lagi minjem wifi-nya Starbucks, sambil menikmati
Frappucino yang lagi buy 1 get 1, haha...) Kembali ke cerita awal, hal pertama
yang kami lakukan adalah booking hotel. Setelah searching2 di agoda dan
booking.com, akhirnya pilihan kami jatuh ke The Agung Residence, bisa cek
webnya di www.theagungresidence.com.
Hotel bintang dua ini menurutku sih memuaskan sekali. Kami memesan satu kamar dengan
tambahan extra bed, sehingga biaya penginapan kami menjadi Rp. 346.000 per malam
dari agoda.com, kalau tanpa extra bed bisa hanya sekitar 200 ribuan saja. Kamar
yang kami tempati sangat nyaman dan cozy, selain itu juga punya akses yang
strategis, karena berlokasi di sekitar Dewi Sri Seminyak. Walau ga include
breakfast, tapi pelayanannya sangat ramah, kamar dibersihkan, sudah tersedia
handuk dan karena ada jendela, jadi kamar terkena sinar matahari.
Foto di depan hotel nyaman kami, The Agung Residence, Seminyak |
Oke, kembali ke perjalanan kami. Setelah booking hotel,
karena sulitnya transportasi di Bali, walaupun ada taxi Blue Bird dan Gojek,
akhirnya kami memutuskan untuk rental mobil yang sudah sekalian dengan
driver-nya. Alhamdulillah berdasarkan info dari temanku yang sebelumnya pernah
ke bali, kami kembali mendapat fasilitas yang bagus. Dari Bli Ketut Wira dengan
memperkenalkan lewat websitenya www.baliwahanatour.com,
kami di-service secara over-bagus dengan Bli Made dengan mobil Avanza yang kami
sewa selama 3 hari alias 3 x 12 jam dari jam 9 pagi sampai 9 malam seharga Rp.
400.000 saja termasuk bensin, dan kami tidak perlu menambahkan uang tip atau
makan supir. Kami hanya perlu membayar biaya parkir atau biaya tiket masuk
tempat wisata. Berbeda dengan bayangan kami bahwa driver akan men-drive kami
untuk menuju tempat-tempat tertentu yang bisa saja dicurigai dia akan mendapat tip
khusus karena membawa rombongan, Bli Made disini sama sekali tidak memaksakan
kami ke tempat tertentu. Mengetahui kami jilbaban semua, Bli Made malah
merekomendasikan kami ke wisata kuliner halal dan murah, mesjid-mesjid bagus
dan bersedia serta siap sedia ketika kami butuhkan. Plus, selain wisata pantai,
Bli Made punya rekomendasi museum atau monumen diluar itinerary kami, yang bisa
dibilang wisata gratis. Bli seperti menyesuaikan kebutuhan pelanggannya, yang
memang ala-ala setengah backpacker gini, haha.. Pokoknya, pelayanannya super
ramah dan super memuaskan.
Kami berangkat hari Sabtu malam dari Jakarta, dan tiba
tengah malam di Denpasar. Menuju hotel kami di Seminyak yang hanya sekitar 8 km
dari bandara I Gusti Ngurah Rai, namun dengan taxi bandara yang tanpa
argometer, kami harus membayar Rp. 150.000 untuk taxi. Setibanya di hotel, kami
pun langsung beristirahat mengumpulkan tenaga untuk tiga hari ke depan.
Day 1
Pagi jam 9, kami sudah dijemput Bli Made di depan hotel. Sebelum
menuju tempat wisata, kami sarapan dulu di McD terdekat. Pagi ini target kami
adalah ke selatan pulau Bali. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Garuda
Wisnu Kencana (GWK) di daerah Uluwatu. Perjalanan dari Seminyak adalah sekitar
30 menit. Sesampainya di GWK, kami masuk dengan tarif Rp. 60.000 dan biaya
parkir gratis. Saya tidak perlu menjelaskan keindahan di dalam GWK, karena
untuk anda yang ingin ke Bali, tempat ini adalah tempat wisata yang kudu harus
mesti dikunjungi. Mungkin bisa dibilang ini salah satu Landmark-nya Bali.
Garuda Wisnu Kencana bercerita tentang dua istri Rsi Kasyapa,
Kadru dan Winata yang bertaruh untuk
menebak warna kuda terbang Ucaihswara yang akan datang ke bumi. Kadru memiliki
anak para naga, sementara Winata memiliki anak burung garuda. Siapa yang salah
tebak, akan menjadi budak bagi yang menang. Kadru menebak warna kuda adalah hitam,
sementara Winata menebak warna kuda adalah putih. Kemudian setelah bertaruh,
Kadru pun mendapatkan informasi dari anak-anaknya bahwa warna kuda terbang
Ucaihswara adalah putih. Karena takut kalah, sebelum Winata melihat kuda
tersebut, Kadru dan anak-anaknya menyihir kuda tersebut menjadi berwarna hitam.
Akibatnya Winata kalah dalam pertaruhan, ia dan anaknya menjadi budak bagi
Kadru dan anak-anak naganya. Mengetahui kelicikan ibu tirinya, Garuda pun ingin
memebaskan ibunya dari perbudakan. Kadru pun kemudian berjanji akan melepaskan
perbudakan jika Garuda mendapatkan Tirta
Amertha, atau air suci yang jika diminum akan menjadikan yang meminumnya hidup
abadi.
Tirta Amertha dimiliki oleh Dewa Wisnu, dan Dewa Wisnu akan
memberikannya kepada Garuda asalkan Garuda mau menjadi tunggangan Dewa Wisnu.
Menerima persyaratan tersebut, Garuda pun berhasil membebaskan ibunya dari
perbudakan ibu tiri dan saudara tirinya. Dikisahkan selanjutnya, tetesan Tirta
Amertha jatuh ke ilalang, sehingga para naga meminumnya dari ilalang yang
setajam pisau, sehingga saat menjilatnya, lidah para naga malah terbelah.
Begitulah kenapa naga memiliki lidah yang terbelah dua. Dan kejadian ini
menyebabkan Garuda Wisnu Kencana, yaitu Garuda yang menjadi tunggangan Dewa
Wisnu. Pada saat ini, patung Dewa Wisnu dan Garuda masih terpisah-pisah, tujuan
akhirnya adalah menjadikan kedua patung tersebut bersatu setinggi 120 meter
untuk menjadi monumen sakral di Bali.
Patung Dewa Wisnu |
Patung Garuda |
Di GWK sendiri, kami pun sempat menikmati pertunjukan tari
Bali selama 40 menit, gratis, di amphiteatre. Mulai dari Tari Sekar Jepun, Tari
Topeng Monyet, Tari Baris dan Tari Barong-Rangda.
Tari Sekar Jepun, salah satu tari Bali yang dipertunjukkan di GWK |
Setelah dari GWK, kami melanjutkan perjalanan ke Pantai
Pandawa yang sangat ramai dengan turis domestik. Bermodalkan biaya masuk Rp.
4.000 per orang, disambut dengan patung Pandawa Lima mulai dari Dewi Kunti,
Bima, Arjuna, Nakula, Sahadewa, kemudian pemandangan paralayang dari atas
langit Pandawa, pantai Pandawa ini sangat ramai dan bersih. Penuh dengan turis
domestik yang berenang di pantai, dan kami pun ber-canoe ria selama 1 jam
meminjam double canoe seharga Rp. 50.000 per jam untuk sampai ke dataran
ganggang yang tidak begitu jauh dari pinggir pantai.
Double canoe selama satu jam menuju dataran ganggang |
Dataran ganggang sekitar 100 m dari pinggir pantai, yang memperlambat gelombang laut sampai ke pantai |
Puas mendayung dan menikmati indahnya laut dan langit biru
Pantai Pandawa, kami pun kemudian bersih-bersih dan menikmati es kelapa yang butirannya lumayan besar dan berisi daging yang padat di sekitar pantai. Harganya Rp. 20.000 saja.
Kelapa muda besar di Pantai Pandawa |
Kemudian kami makan siang di Nasi Campur Ibu Oki yang
harganya dibawah Rp. 30.000, yang berlokasi di Uluwatu. Ini nasi campur Bali
terenak yang pernah aku makan.
Nasi Campur Ibu Oki yang enak dan pedas |
Setelah makan siang, kami melanjutkan perjalanan ke Pura
Luhur Uluwatu. Biaya masuk Pura Uluwatu sendiri adalah Rp. 15.000 per orang. Disini
agak singkat, kami cukup berfoto-foto dengan pemandangan indah dan monyet-monyet
nakal di Uluwatu, karena kami mengejar penampilan tari kecak jam 18.00 yang
katanya penampilan kecak terbagus di Bali. Sebelumnya kami memesan tiket online
seharga Rp. 85.000 per orang di www.uluwatukecakdance.com.
Selain lebih murah (kalau beli on the spot Rp. 100.000), kita tidak takut
kehabisan dan antri tiket on the spot. Dengan pemandangan sunset, selama satu
jam kami sangat menikmati penampilan kecak dengan cerita Rama-Sinta ini.
Rama yang harus pergi menitipkan Sinta pada adiknya
Laksamana. Namun Laksamana kemudian meninggalkan Sinta, namun ia menciptakan
lingkaran di sekitar Sinta. Kemudian Rahwana yang jahat tertarik pada Sinta,
tetapi karena Sinta dipagari oleh lingkaran yang diciptakan Laksamana, ia tidak
dapat membawa Sinta pergi. Kemudian Rahwana menyamar menjadi orang tua yang
meminta air minum pada Sinta. Sinta, yang sudah dipesan oleh suaminya Rama agar
tidak keluar, merasa kasihan pada orang tua tersebut. Alhasil, ia pun berhasil
dibawa pergi oleh Rahwana. Kemudian di kerajaan Rahwana, Sinta ditolong oleh
Garuda, namun Rahwana malah melukai sayap Garuda. Setelah sampai berita pada
Rama, kemudian Rama meminta bantuan Hanoman untuk menyelamatkan Sinta. Hanoman
si kera putih, harus berhadapan dengan kera merah dan saudara-saudara Rahwana.
Akibatnya, Hanoman pun diikat dan dibakar oleh pasukan Rahwana. Namun karena
kesaktiannya, Hanoman berhasil lolos. Kemudian ia kembali pada Rama untuk
kemudian untuk bersama-sama menaklukkan Rahwana dan membebaskan Sinta.
Selanjutnya, Rama dan Hanoman pun membasmi Rahwana dengan memenggal kepala Rahwana
dan menenggelamkannya ke dalam gunung, dan kemudian Rama pun bersatu dengan
Sinta.
Sunset sambil menikmati pertunjukan Tari Kecak di Pura Luhur Uluwatu |
Puas setelah pertunjukan, kami pun pulang ke hotel sedikit
bermacet-macetan menuju Seminyak, dan di daerah Dewi Sri pun kami menimati
makan malam di Nasi Pedas Bu Andika yang cukup terkenal, dan harganya pun
dibawah Rp. 25.000.
Day 2
Kembali dengan perjalanan pukul 9 pagi, hanya saja
sebelumnya kami sarapan dulu dengan roti dan pop mie yang sebelumnya kami beli
di Alfamart, kami pun memulai perjalanan dengan belanja. Pagi ini kami ke Pia
Legong yang antrinya panjang, dan cuma boleh beli maksimal 2 box, pia coklat
enak yang harganya Rp. 90.000 per 8 pcs ini terkenalnya udah sejagat raya.
Bahkan sekarang sudah ada rasa kacang hijau dan keju. Setelah itu, kami ke
Krisna untuk belanja oleh-oleh khas Bali. Setelah belanja, persis di dekat Krisna,
kami ke tempat makan terkenal yaitu Ayam Betutu Gilimanuk yang harganya tidak
sampai Rp. 40.000 per porsi ini. Lagi-lagi, ini ayam betutu paling enak yang
pernah aku makan.
Ayam Betutu Gilimanuk di Kuta |
Selesai makan siang, kami lanjut lagi belanja di Joger,
masih sekitaran wilayah Kuta. Puas belanja, kami pun shalat di Mesjid Ibnu
Batutah, di Pusat Peribadatan Puja Mandala di Nusa Dua, yang terkenal sebagai
tempat peribatan lima agama, mulai dari mesjid, gereja Khatolik dan Protestan,
pura dan wihara yang bersebelahan. Menuju Nusa Dua, kami pun melewati Tol Bali-Mandara
(Aman, Damai, Sejahtera) dengan biaya tol Rp. 10.000. Tolnya melewati Teluk
Benoa, dengan jalur khusus motor di pinggir-pinggirnya.
Tol Bali-Mandara |
Pusat Peribadatan Puja Mandala |
Setelah beribadah plus foto-foto di tempat ibadah lainnya,
kami kembali ke arah selatan Bali, yaitu Pantai Padang-Padang yang belum begitu
terkenal. Namun karena akses masuknya lumayan melelahkan karena harus turun
tangga yang lumayan panjang, kemudian pantai dengan area kecil penuh bule-bule
berjemur, dalam 5 menit kami pun langsung memutuskan untuk pindah ke lokasi
berikutnya.
Pantai Padang-Padang penuh bule |
Barulah kami ke tempat wisata yang juga kudu harus mesti
dikunjungi di Bali, yaitu Pantai Dreamland. Sebelum ke kawasan pantai, kami
bisa shalat dulu di Mesjid Agung Palapa yang juga sudah masuk kawasan
Dreamland. Mesjidnya besar dan sepoi-sepoi. Dengan biaya masuk pantai Rp. 5.000
per orang, kami pun menikmati sunset di pantai yang rame dengan bule-bule
surfing disini. Ombaknya cukup besar, pantainya dikelilingi tebing-tebing dan
ganggang-ganggang jelas terlihat. Kawasan pantai lumayan panjang, dan
sunsetnya? Tidak perlu ditanya.
Pantai Dreamland, alias New Kuta Beach |
Setelah sunset, kami pun pulang dan sebelumnya mampir dulu
makan malam di d’sambal dekat kampus Universitas Udayana. Menunya adalah ikan
jangki (kakap) bakar pedas dengan sayur kangkung dan jamur, serta aneka sambel.
Satu porsi pun dibawah Rp. 40.000, dan rasanya maknyos. Mungkin karena rasanya
ga terlalu Bali alias sudah sesuai dengan lidah Sumatera-Jawa, ini adalah menu
paling nikmat selama perjalanan kami.
Day 3
Pagi ini dengan semangat kudu harus mesti lagi, kami memesan
taxi Blue Bird berangkat jam 5 pagi dari hotel menuju Pantai Sanur, selama 30
menit dengan jarak 16 km ke arah timur dari Seminyak. Tarif Blue Bird Rp. 108.000,
kami sampai di Pantai Sanur. Kami pun menikmati mulai dari semburat ungu fajar
hingga tergelincirnya matahari di Pantai Sanur. Sampai kami basah keringat oleh
sumber vitamin D ini, jam 8 kami pun menikmati Sup Ikan Cakal (Kuwe) dan Ikan
Cakal Goreng plus nasi seharga Rp. 45.000 all-in di Warung Mak Beng yang
berlokasi di dekat pantai ini. Kami pun dijemput Bli Made jam 9 persis di depan
Mak Beng. Kemudian kami diantar ke hotel, Bli Made menunggu kami bersih-bersih
dan check-out, jam 10.30 barulah kami menuju tempat wisata berikutnya.
Suasana Sunrise di Pantai Sanur |
Sup Kepala Ikan Cakal dan Ikan Cakal Goreng di Warung Mak Beng Pantai Sanur |
Kami mampir di Monumen Bom Bali, Legian. Hari ini adalah
tanggal 13 Oktober 2015, tepat 13 tahun plus 1 hari setelah kejadian Bom Bali
12 Oktober 2002. Kami mendapati banyak karangan bunga dari keluarga korban bom
yang ditinggalkan. Kami terenyuh dengan kata-kata yang tertinggal di karangan
bunga tersebut, misalnya “Gone but not forgotten, Mom and Dad love you”.
Langsung kebayang, andaikan aku meninggal di negeri orang jauh dari keluarga,
betapa sedihnya keluarga yang aku tinggalkan. Mending kalau khusnul khatimah,
semoga saja tidak mati dalam keadaan yang salah. Suatu hikmah spiritual yang
bisa aku resapi selama di monumen tersebut. Btw, disini parkirnya mahal, Rp.
20.000 per mobil. Ew....
Monumen Bom Bali, Legian |
Setelah itu kami mampir ke Pantai Kuta, yang juga kudu harus
mesti, ga ke Bali kalo ga ke Pantai Kuta. Disini isinya bule semua. Mulai dari
surfing, berenang, yang masih belajar2, atau yang sekedar berjemur dan piknik2
cantik. Banyak hotel di sekitar pantai. Tapi diluar itu semua, pemandangan
langit dan laut birunya luar biasa, walaupun matahari teriknya luar biasa juga.
Pantai Kuta |
Di depan tulisan Pantai Kuta :) |
Puas menyusuri Pantai Kuta, kami pun melanjutkan perjalanan
menuju Denpasar. Kami mampir ke Monumen Braja Sandhi, yang juga landmark-nya
Denpasar. Disini kami mengenal sejarah perang puputan (habis-habisan) warga
Bali, mulai dari zaman kerajaan Klungkung, hingga perjuangan dibawah pimpinan I
Gusti Ngurah Rai pada perang kemerdekaan. Semuanya adalah melawan Belanda. Disini
pun saya mengerti, betapa berjasanya pahlawan bernama I Gusti Ngurah Rai pada
rakyat Bali, sehingga namanya diabadikan menjadi nama bandara dan nama jalan
terpanjang di Bali. Monumen ini dibangun simetris untuk keempat sisi, dengan
lapangan yang lebar dan luas, serta ibarat mercusuar, kita bisa naik sampai
puncak dengan tangga melingkar.
Monumen Braja Sandhi |
Setelah dari monumen, kami pun menikmati santap siang menuju
sore di Ayam Bakar Taliwang Khas Lombok di Denpasar. Disini kami makan agak
mahal, per porsi Rp. 55.000. Kami menikmati satu ekor ayam kampung bakar per
orang, ditambah tahu penyet dan plecing kangkung. Berbeda dengan bayanganku
tentang sambel Lombok yang pedas, ayam bakar Taliwang ini malah disajikan
dengan sambel yang lumayan manis, pas untuk menemani ayam bakarnya yang sedap.
Ayam Bakar Taliwang Khas Lombok di Denpasar |
Setelah makan, kami pun menuju destinasi terakhir kami di
Bali, yaitu Tanah Lot. Inilah pertama kali aku menginjakkan kaki ke Tanah Lot,
dengan biaya masuk Rp. 10.000 per orang. Sebelum menuju pura dan pantai, kita
disambut oleh pedagang pakaian khas Bali yang harganya termasuk murah. Masuk ke
wilayah pantai, ada beberapa pura yang bisa kita kunjungi, salah satunya adalah
Gua yang di dalamnya terdapat Ular Suci. Namun karena sudah dekat maghrib, kami
hanya berfoto-foto di sekitar salah satu pura yang gambarnya mewakili Tanah
Lot, lalu menikmati sunset terakhir di Bali.
Pura yang menjadi ikon Tanah Lot |
Sunset indah di Tanah Lot |
Setelah matahari terbenam, tetapi masih tersisa cahayanya, sebelum berganti malam |
Wisata kali ini, aku benar-benar menikmati terbit dan
tenggelamnya matahari, yang waktunya begitu singkat, hanya beberapa detik saja.
Waktu-waktu yang selalu aku lewatkan dalam keadaan sadar di ibukota. Tiga hari
memandangnya, luar biasa mengingatkan pada kekuasaan Allah swt dan keindahan
alam yang Ia ciptakan. Sejenak melupakan hiruk pikuk Jakarta, melupakan masalah
hidup dan kegalauan yang menumpuk. Hikmahnya lagi, setiap pemandangan sunset
selalu berbeda, di tempat yang berbeda, dengan rasa yang berbeda. Jika aku
bandingkan dengan pengalaman sebelumnya, bahkan di tempat yang sama dengan
orang yang berbeda pun rasanya beda. Begitulah hidup, setiap harinya punya
cerita, punya kenangan yang berbeda. Nikmatilah, dan jadilah yang terbaik untuk
setiap harinya. Mengenai misteri di masa depan yang aku masih penasaran? Sudahlah,
tidak usah buru-buru, semua akan indah pada waktunya.
Kakaknyaaaa.. aku udah baca blognya. Rapi, terstruktur, dan berurut. Oks banget dah..
BalasHapusHaha trimikisi kaka ipiiit hahaha...
BalasHapus