Sabtu, 22 Agustus 2015

Trip To Papandayan



Jangan tanya idenya dari mana, yang penting realisasinya. Aku sama temen2 kantor diantaranya Handoyo, Mbak Erhan, Aan, Hanif, Galih, Robi, Abghy, Mas Aksin dan istrinya melakukan perjalanan ke Papandayan tanggal 8-10 Mei 2015.
Setelah persiapan yang kata mereka akunya sok rempong, haha, akhirnya Jumat, 8 Mei 2015, jam 10 malem, kami mulai dari meeting point di kosan Mbak Erhan, lalu menuju Kampung Rambutan naik Koantas Bima 509. Sesampainya di Kampung Rambutan, kami pun naik Bus Budiman yang kalo ga salah harganya Rp. 52.000 buat sampai ke Garut, selama kurang lebih 3 jam perjalanan. Sesampainya di Garut kami bisa sewa mobil pick-up per orangnya Rp. 20.000 buat langsung sampe di Gunung Papandayan. Tapi di tengah jalan kami mampir dulu di pasar buat beli sayur-sayuran buat masak di tenda nanti, trus beli kerupuk ama martabak buat makan sambil perjalanan. 

Sampe di Papandayan jam 4 pagi, beli-beli kaos kaki, mask, sarung tangan, pop mie, kopi, barulah kami shalat subuh di Camp David yang merupakan titik nol perjalanan ke Papandayan. Akhirnya ready sekitar jam 6 pagi, kami start jalan, pelan-pelan tapi pasti sambil menikmati pemandangan. Jalanannya cukup landai, penuh dengan batu-batuan. Untuk menghilangkan penat, kami kebanyakan selfie2 dan ketawa2 dulu biar lebih menikmati perjalanan. Ga lama, sekitar 2-3 jam perjalanan (aku ga begitu inget saking capeknya), akhirnya kami berhenti di area yang bernama Pondok Saladah. Disini lah kami membangun tenda, trus masak buat makan siang trus istirahat melepas penat.
Rameeee banget nih gunung, banyak pendaki-pendaki amatir yang naik. Disini juga dilengkapi sama toilet umum yang kabarnya adalah donasi dari Komunitas Pecinta Alam ITB. Saking ramenya, bahkan antri di toilet bisa sampai berjam-jam. Ohya, disini juga dilengkapi mushola.
Sekitar pukul 4 sore barulah kami melanjutkan perjalanan ke Hutan Mati, yang isinya adalah pohon-pohon yang memang mati, tidak berdaun lagi. Dengan suhu yang dingin dan pemandangan yang seolah-olah lagi film Twilight ini emang bagus banget buat foto-foto dan gaya ala-ala. Kami pun menikmati sunset disini.
Foto-foto di Hutan Mati pake gaya ala-ala

Foto Full Team (satu-satunya..)
Agak malam, kami kembali ke tenda bersama rombongan lain dan bermodalkan senter untuk penerangan. Acara malam ini ditutup dengan makan dan ngobrol bersama. Ada sedikit kenangan disini, tengah malem aku pingin ke toilet. Dalam keadaan mengantuk, aku pun ga liat ada tanah yang agak menjorok, jadilah aku keseleo disini. Keseleo disini bikin aku 2x berobat urut ke Haji Naim di belakang Citos, dan baru bisa balik normal lagi setelah 1 bulan. Haha...
Besoknya, kami berniat menikmati Sunrise di puncak. Apa daya, mata ga kebangun. Aku pun cuma bisa menikmati sunrise di toilet karena saking antrinya. Setelah beres makan sekitar jam 11 siang, barulah kami jalan lagi menuju Tegal Alun, yang kabarnya adalah taman edelweis Papandayan. Melewati rute yang ekstrim (yang hikmahnya adalah meningkatkan kepercayaanku sama temen2ku ini), akhirnya kami sampai di Tegal Alun. Dalam keadaan haus namun tetap happy liat taman yang indah ini, disinilah segala pose2 foto dikerahkan. 
Foto-foto di Tegal Alun pake acara lompat2an
Emang bener kata orang, jika kamu ingin melihat suatu keindahan, emang butuh perjuangan. Semakin tinggi dan semakin indah pemandangannya, semakin kamu berusaha dan semakin kamu tidak menyangka bahwa kamu bisa melewatinya. Jangan cepat puas, keindahan yang kamu lihat sekarang akan terasa lebih indah lagi ketika kamu lihat dari tempat yang lebih tinggi. Naik gunung itu, emang banyak hikmahnya. Hal lain selain itu adalah, kamu semakin mengenal orang-orang yang berjalan bersamamu.
Yap, jika kamu ingin berjalan cepat, maka berjalanlah sendiri. Tapi jika kamu ingin berjalan jauh, maka berjalanlah bersama-sama.

I’m waiting for the next “nanjak” ya teman2.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar