Jangan tanya
idenya dari mana, yang penting realisasinya. Aku sama temen2 kantor diantaranya
Handoyo, Mbak Erhan, Aan, Hanif, Galih, Robi, Abghy, Mas Aksin dan istrinya
melakukan perjalanan ke Papandayan tanggal 8-10 Mei 2015.
Setelah
persiapan yang kata mereka akunya sok rempong, haha, akhirnya Jumat, 8 Mei
2015, jam 10 malem, kami mulai dari meeting point di kosan Mbak Erhan, lalu
menuju Kampung Rambutan naik Koantas Bima 509. Sesampainya di Kampung Rambutan,
kami pun naik Bus Budiman yang kalo ga salah harganya Rp. 52.000 buat sampai ke
Garut, selama kurang lebih 3 jam perjalanan. Sesampainya di Garut kami bisa
sewa mobil pick-up per orangnya Rp. 20.000 buat langsung sampe di Gunung
Papandayan. Tapi di tengah jalan kami mampir dulu di pasar buat beli
sayur-sayuran buat masak di tenda nanti, trus beli kerupuk ama martabak buat
makan sambil perjalanan.
Sampe di
Papandayan jam 4 pagi, beli-beli kaos kaki, mask, sarung tangan, pop mie, kopi,
barulah kami shalat subuh di Camp David yang merupakan titik nol perjalanan ke
Papandayan. Akhirnya ready sekitar jam 6 pagi, kami start jalan, pelan-pelan
tapi pasti sambil menikmati pemandangan. Jalanannya cukup landai, penuh dengan
batu-batuan. Untuk menghilangkan penat, kami kebanyakan selfie2 dan ketawa2
dulu biar lebih menikmati perjalanan. Ga lama, sekitar 2-3 jam perjalanan (aku
ga begitu inget saking capeknya), akhirnya kami berhenti di area yang bernama
Pondok Saladah. Disini lah kami membangun tenda, trus masak buat makan siang
trus istirahat melepas penat.
Rameeee banget
nih gunung, banyak pendaki-pendaki amatir yang naik. Disini juga dilengkapi
sama toilet umum yang kabarnya adalah donasi dari Komunitas Pecinta Alam ITB.
Saking ramenya, bahkan antri di toilet bisa sampai berjam-jam. Ohya, disini
juga dilengkapi mushola.
Sekitar pukul 4
sore barulah kami melanjutkan perjalanan ke Hutan Mati, yang isinya adalah
pohon-pohon yang memang mati, tidak berdaun lagi. Dengan suhu yang dingin dan
pemandangan yang seolah-olah lagi film Twilight ini emang bagus banget buat
foto-foto dan gaya ala-ala. Kami pun menikmati sunset disini.
Foto-foto di Hutan Mati pake gaya ala-ala |
Foto Full Team (satu-satunya..) |
Agak malam,
kami kembali ke tenda bersama rombongan lain dan bermodalkan senter untuk
penerangan. Acara malam ini ditutup dengan makan dan ngobrol bersama. Ada
sedikit kenangan disini, tengah malem aku pingin ke toilet. Dalam keadaan
mengantuk, aku pun ga liat ada tanah yang agak menjorok, jadilah aku keseleo
disini. Keseleo disini bikin aku 2x berobat urut ke Haji Naim di belakang
Citos, dan baru bisa balik normal lagi setelah 1 bulan. Haha...
Besoknya, kami
berniat menikmati Sunrise di puncak. Apa daya, mata ga kebangun. Aku pun cuma
bisa menikmati sunrise di toilet karena saking antrinya. Setelah beres makan
sekitar jam 11 siang, barulah kami jalan lagi menuju Tegal Alun, yang kabarnya
adalah taman edelweis Papandayan. Melewati rute yang ekstrim (yang hikmahnya adalah meningkatkan kepercayaanku sama temen2ku ini), akhirnya kami
sampai di Tegal Alun. Dalam keadaan haus namun tetap happy liat taman yang
indah ini, disinilah segala pose2 foto dikerahkan.
Foto-foto di Tegal Alun pake acara lompat2an |
Emang bener
kata orang, jika kamu ingin melihat suatu keindahan, emang butuh perjuangan.
Semakin tinggi dan semakin indah pemandangannya, semakin kamu berusaha dan
semakin kamu tidak menyangka bahwa kamu bisa melewatinya. Jangan cepat puas,
keindahan yang kamu lihat sekarang akan terasa lebih indah lagi ketika kamu
lihat dari tempat yang lebih tinggi. Naik gunung itu, emang banyak hikmahnya.
Hal lain selain itu adalah, kamu semakin mengenal orang-orang yang berjalan bersamamu.
Yap, jika kamu
ingin berjalan cepat, maka berjalanlah sendiri. Tapi jika kamu ingin berjalan
jauh, maka berjalanlah bersama-sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar